Serat
Centhini Jilid-6 berisi 15 pupuh dari pupuh 357 s/d 372, berlainan dengan
jilid-jilid sebelumnya pada jilid ini bukan berisi cerita perjalanan tapi lebih
fokus pada cerita pernikahan antara Jayengresmi yang sudah berganti nama Seh
Amongraga dengan Niken Tambangraras anak dari Ki Bayi Panurta dari Wanamarta,
Mojokerta.
Pada
jilid ini untuk pertama kali disebut nama Centhini yang adalah rewang
(pembantu) Niken Tambangraras. Serat Centhini ini pada awalnya bernama Suluk
Tambangraras yang kemudian diganti dengan nama Serat Centhini, sebagai
penghargaan terhadap kesetiaan Centhini yang selalu mendampingi Niken
Tambangraras.
1.
Upacara Akad Nikah: Seh Amongraga minta agar perayaan tidak dengan cara yang
mengandung maksiat seperti nanggap sinden ronggeng; Diceritakan juga pakaian
yang dikenakan baik oleh pengantin laki-laki dan wanita maupun ayah bunda
pengantin wanita yang memakai pakaian tradisional di daerah pesantren.
Dilaksanakan di mesjid oleh Ki Pengulu yang menikahkan pengantin disaksikan
wali ayah pengantin wanita Ki Bayi Panurta serta para saksi lainnya.
Note: pada umumnya dikalangan yang pengaruh pesantrennya masih
kuat akad nikah dilakukan tanpa kehadiran pengantin wanita, hal ini masih
berlaku sampai saat ini. Berlainan dengan upacara pengantin dikalangan keraton
(istana) yang diadaptasi rakyat secara umum.
2.
Upacara Pertemuan Pengantin: Pertemuan pengantin dilakukan didepan pintu
pendapa dengan kedua pengantin lempar-lemparan daun sirih, pengantin laki-laki
memecah telur dan pengantin wanita membasuh kaki pengantin laki-laki yang kotor
karena pecahan telur. Semuanya ini mengandung perlambang. Kemudian pengantin
disandingkan di pelaminan didepan krobongan.
Note: Upacara temu pengantin berlaku umum, hampir tidak ada
perbedaan diseluruh pulau Jawa sampai dengan saat ini.
3.
Setelah acara temu pengantin: Acara ngabekti yaitu pengantin laki-laki ngabekti
(mencium suku) bapak dan ibu pengantin wanita; Pengantin wanita ngabekti ke
pengantin laki-laki; Seh Amongraga minta agar ibu pengantin wanita Ni Mintarsih
agar membuang semua sesaji karena hal tersebut termasuk kepercayaan menyembah
berhala. Ini berkenaan transisi tradisi Jawa kuno maupun Hindu yang penuh
dengan saji-sajian menuju tradisi Islam yang tidak memerlukan sesaji.
4.
Seh Amongraga mengajari pengantin wanita perihal ilmu agama: Tentang sejatinya
sahadat, rukun solat, tempatnya rasa sejati, kewajiban istri; Esok harinya
kedatangan tamu dari Gresik, Surabaya, Sidayu, Tuban dan Rembang yang
mengantarkan sumbangan hal ini berkenaan dengan kedudukan Ki Bayi Panurta
sebagai guru sprirituil para Bupati bang wetan (Jawa Timur); Ki Bayi Panurta
meminta Seh Amongraga memberi penjelasan kepada yang hadir tentang kitab Ibnu
Hajar yaitu: kedudukan Rasul, solat sunah dan solat wajib.
5.
Perayaan pengantin di tempat para keluarga: Ini berkenaan dengan tradisi
ngunduh mantu (ikut merayakan) yang dilakukan oleh keluarga dekat. Pengantin
diarak menuju ketempat Jayengwesthi (kakak Niken Tambanraras) diadakan kenduri
disana; Pengantin diunduh (dirayakan) ditempat Jayengrana (kakak yang satu lagi
dari Niken Tambanraras) dengan gamelan yang mengumandangkan berbagai tembang.
Jamal-Jamil mempertunjukan kebolehan olah kanuragan (seperti debus di Banten).
Sedangkan
cerita/legenda, adat istiadat, ilmu spiritual yang dibicarakan dalam jilid-6
adalah:
Cerita/Legenda:
jalannya upacara pernikahan antara Seh Amongraga dan Niken Tambanraras maupun
kebiasan ngunduh mantu (perayaan ulangan) ditempat keluarga dekat. (Note: kalau
saat ini ngunduh mantu adalah perayaan yang dilakukan di tempat keluarga
pengantin laki-laki, karena perayaan utama selalu dilakukan ditempat keluarga
pengantin wanita).
Adat
Istiadat: tatacara, pakaian, dan upacara pengantin dikalangan pesantren yang berbeda
dengan tatacara, pakaian dan upacara pengantin dikalangan keraton (istana);
penjelasan tentang khasiat berbagai daging binatang; penjelasan adanya berbagai
tembang: Kakawin, tembang Ageng, Tengahan dan Macapat, tembang Ageng biasanya
yang dilagukan oleh Dalang Wayang Purwa; penjelasan tentang penanggalan Jawa
berdasarkan Wuku (pengaruh Hindu yang saat ini juga berlaku di kalangan
masyarakat tradisionil di Bali).
Pengetahuan
Spirituil/Agama: Sejatinya sahadat, rukun solat, tempatnya rasa sejati, kewajiban
istri; Kitab Ibnu Hajar tentang kedudukan Rasul, solat sunah, solat wajib;
Wirid syariat, wirid tarekat, wirid hakekat, wirid mahrifat; sajatining
Pangeran
Sumber: seratcenthini.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar