by Jayeng
Resmi
1.
Badad Giri (1487 – 1636)
Seh
Wali Lanang dari Jeddah tiba di pelabuhan Gresik pada masa kerajaan Majapahit,
menikahdengan Putri dari kerajaan Belambangan yang berhasil disembuhkan ketika
menderita sakit.
Karena
Raja Belambangan tidak mau masuk Islam, Seh Wali Lanang meninggalkan
Belambangan pergi ke Malaka. Istrinya sudah mengandung kemudian melahirkan bayi
laki-laki. Bayi dimasukkan ke-kendaga dibuang ke laut, ditemukan Nyi Semboja
yang sedang berlayar, diangkat anak diberi nama Santri Giri.
Santri
Giri belajar agama Islam kepada Sunan Ngampel, berteman baik dengan Bonang,
anak Sunan Ngampel. Setelah dewasa Santri Giri dan Santri Bonang mau pergi naik
haji, mampir di Malaka ketemu Seh Wali Lanang, disuruh pulang lagi. Santri Giri
diberi nama Prabu Setmata dan Santri Bonang diberi nama Prabu Anyakrawati.
Kemudian Prabu Setmata menjadi raja di Giri.
Ketika
Sunan Giri jadi raja di Giri, Majapahit menyerang Giri karena tidak senang adanya
kerajaan Islam. Sunan Giri sedang menulis dengan kalam, kalam tersebut dilempar
berubah jadi tombak yang mengamuk ke barisan tentara Majapahit yang lari
kocar-kacir. Tombak diberi nama Kalam Munyeng.
Sunan
Giri meninggal digantikan anaknya Sunan Giri Kedaton, kemudian digantikan
cucunya Sunan Giri Parapen. Pada masa Sunan Giri Parapen, Majapahit menyerang
lagi dan berhasil menduduki istana tapi saat mau merusak makam Sunan Giri, dari
dalam kubur muncul beribu-ribu kumbang yang menyerang tentara Majapahit yang
lari kocar-kacir.
Giri
ditaklukkan Sultan Agung dari Mataram tahun 1636 karena Sultan Agung tidak mau
ada dua raja di tanah Jawa. Sunan Giri Parapen ditawan dan dibawa ke Mataram.
Sedangkan anaknya: Jayengresmi, Jayengrana dan Niken Rangcangkapti melarikan
diri.
2.
Perjalanan Jayengresmi diikuti santri Gathak dan Gathuk.
Rute
perjalanan: bekas istana Majapahit, candi Brawu, candi Bajangratu, candi
Panataran di Blitar, arca Ki Gaprang di Gaprang, gong Kyai Pradah di hutan
Lodhaya, ketemu Ki Carita di Pakel, mata air Sumberbekti di Tuban, sendang
Sugihwaras di hutan Bago – Bojonegara, tulang-tulag besar di gunung Phandan,
gunung Gambiralaya, ketemu Ki Pandang di Phandangan, sumber api alam di
Dhander, sumber minyaktanah di Dandhangngilo, ketemu Ki Jatipitutur di Kesanga,
sumber air asin di Kuwu, ketemu Kyai Pariwara di Sela, lihat gunung Merapi di
Gubug ketemu Dathuk Bhani, bekas istana Prawata ketemu Ki Darmajati, Mesjid
Agung Demak, Jepara, gunung Muria ziarah ke makam Sunan Muria ketemu Buyut
Sidhasedya, ketemu Wasi Kawiswara di Panegaran – Pekalongan, gunung Slamet
ketemu Seh Sekardelima, gunung Siwal ketemu Wasi Narwita, gunung Cereme ketemu
Resi Singunkara, gunung Tampomas ketemu Seh Trenggana, gunung Mandhalawangi
ketemu Ajar Suganda, Bogor ketemu Ki Wargapati, membangun pertapaan di gunung
Salak. Diangkat anak dan dibawa ke Gunung Karang, Pandeglang, Banten oleh Ki
Ageng Karang yang bernama Seh Ibrahim.
Sedangkan
cerita, legenda, adat istiadat, ilmu spiritual yang dibicarakan dalam pertemuan
dengan orang-orang bijak yang menyepi di pedalaman adalah:
Cerita/Legenda:
Ular Jaka Nginglung asal muasal air asin Kuwu; Ki Ageng Sela menangkap petir
dan pepalinya.
Adat
Istiadat: Arti kicau burung dandang & prenjak; Perhitungan hari baik untuk
berbagai keperluan; Ukuran pembuatan keris tombak dan bagian-bagian rumah;
Penanggalan Jawa menggunakan 30 Wuku; Candrasangkala.
Pengetahuan
Spirituil: Serat Nitisruti; Suluk Wali Sanga – cerita tentang Wali Sanga;
Waringin Sungsang; Suluk Tapa Lima; Suluk Langit Sapta; Puji Dina; Tanda-tanda
kiamat.
3.
Perjalanan Jayengrana dan Niken Rangcangkapti diikuti santri Buras.
Rute
perjalanan: pesantren Ki Amat Sungeb di Sidacerma, sendang Pasuruan, telaga
Gati, Banyubiru, air terjun Baung di gunung Tengger, candi Singasari, sumber
Sanggariti di Sisir, candi Tumpang, candi Kidal, Tosari ketemu Buyut Sudarga
lihat kawah Bromo dan lautan pasir, ketemu Resi Satmaka di Ngadisari, Klakah
ketemu Umbul Sadyana malam hari ke telaga Dago lihat api gunung Lamongan,
Kandhangan – Lumajang ketemu Seh Amongbudi, Argapura ketemu Seh Wadat, gunung
Rawun ketemu Retna Tan Timbangsih, Nglicin – Banyuwangi lihat candi
Selacendhani ketemu Ki Menak Luhung, ketemu Ki Hartati saudagar dari
Pekalongan, diangkat anak oleh Ki Hartati dibawa naik perahu ke Pekalongan,
diterima dengan senang hati oleh Nyi Hartati, Nyi Hartati meninggal dunia,
seribu harinya disusul Ki Hartati juga meninggal, meninggalkan Pekalongan pergi
ke gunung Prahu ketemu Ki Gunawan diajak ke pegunungan Dieng melihat sumur
Jalathunda, kawah Candradimuka, candi-candi di Dieng, Sokayasa – Banyumas
dikaki gunung Bisma, perjalanan diantar oleh Ki Gunawan ketemu Seh Akhadiyat
lalu keduanya diangkat anak.
Sedangkan
cerita, legenda, adat istiadat, ilmu spiritual yang sempat dibicarakan dalam
pertemuan dengan orang-orang bijak yang menyepi di pedalaman adalah:
Cerita/Legenda:
Cerita tentang Sri – Sadana, asal mula padi; Sifat-sifat tokoh wayang purwo /
Mahabarata: Duryudana, Sengkuni, Durna Pendowo Lima, Sri Kresna, Istri-istri
Arjuna: Sumbadra, Ulupi, Manuhara, Gandawati, Srikandi.
Adat
Istiadat: Cara tradisionil mengobati orang sakit dan ibu setelah melahirkan
anak; Arti impian; Perhitungan selamatan orang meninggal.
Pengetahuan
Spirituil: Penjelasan agama Hindu – Sambo, Brama, Indra, Wisnu, Bayu dan Kala;
Syariat agama Nabi: Adam, Sis, Nuh, Ibrahim, Daud, Musa, Isa, Nabi penutup Nabi
Muhammad s.a.w.; Uraian tentang wudlu dan salat; Penjelasan tentang Dzat,
Sifat, Nama, dan Keberadaan Allah menggunakan sifat dua puluh; Kadis Markum
Baslam tentang empat nafsu: Luamah, Amarah, Supiyah, dan Mutmainah
Sumber: seratcenthini.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar