Rabu, 28 September 2011

Ringkasan Serat Centhini Jilid-08


Serat Centhini Jilid-8 berisi 103 pupuh dari pupuh 404 s/d 506, isinya lanjutan perjalanan Seh Amongraga dan perjalanan kakak-kakak serta paman Niken Tambangraras yaitu Jayengwesthi, Jayengraga, Kalawiryo diiringi santri Nuripin mencari Seh Amongraga.
Rute perjalanan Seh Amongraga: Di gua Sraboja 4 hari; Gunung Sakethi, Bungkak, Bau, Lerek, Kunci, Patak, Tekong; gua Kalak ketemu Ki Lokasraya 21 hari; Turun ke lembah masuk ke gua Songputri yang indah seperti keputren; Menuju barat laut lewat gunung Salumbat, Curak, Purak, Belah, menyebrangi sungai Bendha; Naik gunung Senggami lihat telaga Madirdo tempat minum kuda sembrani; Pertapaan Andhongdhadhapan di gunung Retawu 4 malam; Gunung Wiratha wilayah Wonogiri;
Gunung Delapih lewat hutan Tireban; Sampai di puncak gunung Delapih yang dikelilingi gunung-gunung kecil terlihat banyak binatang-binatang besar, setelah berdoa hilang yang kedengaran kemudian suaranya pimpinan mahluk halus; Setelah bersemedi Seh Amongraga bisa melihat bunga yang indah di tengah telaga Celereng yang airnya sangat bening didalamnya ada batu-batu kecil warna-warni; Gua Selamunggul kelihatan seperti mulut raksasa besar dan didalamnya ada batu seperti tempat tidur, diselanya mengalir air jernih, terlihat gua Jatharatu Kenyapuri; Di Delepih ini ada legenda tentang Penembahan Senapati (pendiri kerajaan Mataram) yang menikahi Nyi Loro Kidul dan anak perempuannya bernama Ratu Widanangga; Menuju ke timur laut sampai di gunung Lawu; Melewati akar batu sampai di Pangaribaya; Naik sampai Marcukundha; Berhenti di Pekelengan kemudian tiba-tiba keadaan jadi gelap dan hawa menjadi dingin dan terdengar banyak suara orang ramai teriak-teriak seperti sedang berperang; Menuju ke Arga Dalem, Melewati Prepat Kepanasan sampai di gunung Diyeng; Berhenti di Arga Dalem 4 hari; Ke Arga Dumilah; Ada burung jalak-gadhing memberi petunjuk jalan; Mengikuti burung jalak-gadhing sampai di kawah Candradimuka, duduk di batu Mandragini, karang Widadaren, terus ke Sanggar-gung dan gunung Petha-pralaya, ke tenggara sampai di Tejomaya, Cemarasewu, turun ke Telagapasir, Telagasandi; Naik lagi ke desa Gandasuli; Sampai di Sela-bantheng, Cemara-lawang, gua Padhas; Kembali ke Arga-Dalem; Sampai di Jati Jempina di puncak gunung Tiling; melewati gunung-gunung: Arga Pawenang, Arga Bayu, Arga Candhirengga, Arga Rimbi, Arga Kathili, Arga Aji, Arga Bintulu, Arga Sukuh, Arga Tambak yang banyak terdapat arca-arca; ketemu Ajar Wregasana yang menceritakan tentang pucak gunung Lawu yang semua ada 15, 7 disebelah selatan dan 8 disebelah utara; Ajar Wregasana menjelaskan tentang agama Budha; Berdebat tentang kesempurnaan hidup; Ajar Wregasana merasa kalah sehingga masuk agama Islam dan diganti namanya jadi Ki Wregajati kemudian ikut serta Seh Amongraga lelanabrata; Menyebrang Sungai Sara, kebarat sampai di gunung Adeg; Tirakat di gunung Bangun 15 hari; Jamal dan Jamil mengajarkan ilmu karang (debus) dan ilmu sulap, orang-orang desa sangat kagum dan dianggap guru; Ketemu Lurah desa Lemahbang bernama Sutagati; Jamal dan Jamil menjemput Seh Amongraga dengan banyak santrinya lalu disuruhnya mendirikan mesjid; Memasuki daerah Mataram lewat Jatisaba, gunung Sarembat (Sapikul), Kabaseng, menyebrang Sungai Oya, keselatan sampai ke hutan Jaketra; Tiba di gunung Pagutan; Gunung Sakethi; Keselatan sampai di gunung Jimbaran, berhenti di gunung Sambirata bersama para santrinya yang berjumlah 760 orang; Gunung Gora diwilayah hutan jati Giring dibagian pinggir laut selatan yang ada tiga gua yang menyeramkan, gua Manganti, gua Celor, gua Songpati; Di wilayah Giring terdapat banyak bekas pertapaan, memilih dusun Kanigara sebagai tempat persinggahan dan membuat mesjid disini; Ke gunung Jakatuwa diikuti 1800 santri; Tirakat di gua Celor, masuk gua Manganti di tepi kali Oya tempat Sultan Agung bersemedi; Sampai Meladan ketemu jurukuncinya bernama Ki Batulata; terus ke Drekaki; berhenti di gunung Bungas, masuk ke gua Song-pati tempat Sultan Agung jadi pertapa bernama Seh Bangkung; terus kembali ke Kanigara yang kepala desanya bernama Ki Wanamennggala; jumlah santrinya sudah menjadi 3000 orang.
Rute perjalanan Jajengwesthi, Jayengraga, Kulawirya, Nuripin: sampai di desa Kepleng di rumah Suradigdaya yang punya anak bernama Matiyah dan keponakannya janda muda; Kulawirya mengajak tetabuhan sambil tayuban. Sindennya bernama Gendra; Jayengwhesti tidak mau ikut-ikutan; Jayengraga menggoda Matiyah tapi ditolak, yang didapat si janda muda. Kulawirya kesampaian mendapatkan sinden Gendra; Paginya keluar desa masuk hutan Selambur, hutan Bagendhul, desa Palemahan, desa Mamenang, ke kedung Bayangan, gunung Klothok; Di desa Pakuncen ketemu Ki Wanatawa bertanya apakah pernah ketemu Seh Amongraga dijawab tidak pernah; Malamnya nginep di gua Selamangleng dulu padepokannya Dewi Kilisuci – pendita wanita; ke Pakareman ketemu Seh Ragayuni dari padepokan di gunung Kalengleng, menanyakan keberadaan Seh Amongraga yang dijawab berada di daerah barat daya tapi dianjurkan tidak usah disusul, nantinya Seh Amongraga akan bertempat tinggal di Wanataka dan semuanya akan bisa ketemu disana; Esok paginya setelah pamitan, Ki Ragyuni menghilang, semuanya keheran-heran; Sampai di desa Pulung menuju rumahnya penghulu Jabalodin; diceritakan petualangan maksiat antara Kulawirya dengan Randha Sembaga yang gemar laki-laki maupun Jayengraga dengan sinden Kecer; Jayengwesthi sebetulnya kurang begitu berkenan tapi tidak bisa apa-apa.
Sedangkan cerita/legenda, adat istiadat, ilmu spiritual yang dibicarakan dalam jilid-8 adalah:
Cerita/Legenda: puncak Gunung Lawu yang angker dianggap kahyangan seperti di Pewayangan; Panembahan Senapati (pendiri kerajaan Mataram) yang menikahi Nyi Loro Kidul sebagai penjaga dilautan dan sekaligus anak perempuannya bernama Ratu Widanangga sebagai penjaga didaratan.
Adat Istiadat: Pakuwon, Pranatamangsa, Padewan, Padangon, Pancasuda, Sengkanturunan, Taliwangke, Samparwangke, Paringkelan yang kesemuanya sifat-sifat hari menurut penanggalan Jawa.
Pengetahuan Spirituil/Agama: Perihal agama Budha; wajib rasul dan mokal rasul; langkah tobat laku maksiat.

Sumber: seratcenthini.woedpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar