Rabu, 28 September 2011

Ringkasan Serat Centhini Jilid-09


Serat Centhini Jilid-9 berisi 93 pupuh dari pupuh 507 s/d 599, isinya lanjutan perjalanan Jayengwesthi (Jayengresmi), Jayengraga, Kulawiryo diiringi santri Nuripin mencari Seh Amongraga karena merasa kasihan melihat keadaan Niken Tambangraras.
Rute perjalanan Jajengwesthi, Jayengraga, Kulawirya, Nuripin: Masih di desa Pulung, tayuban dirumah Randha Sembada yang hyperseks, diceritakan bisa melayani siang tiga laki-laki dan malamnya tiga laki-laki; Cerita sekitar tajuban, sinden dan ronggeng maupun perilaku maksiat dari Randha Sembada, Jayengrana dan Kulawirya;
Paginya melanjutkan perjalanan sampai di gua Padhali yang sangat luas menginap 1 malem; Kedatangan Ki Sinduraga diajak mampir kerumahnya bercerita tentang desa Wengker atau Pura Katongan yang dulunya istana Batara Katong; Sholat di mesjid Tajug yang dibuat oleh Kyai Tajug dari Giri; Menuju gunung Padhangeyan diiringi petunjuk jalan Ki Wanalela, lewat desa Seladhakon sampai di Astana Pakuncen tempat makam Batara Katong leluhur Panaraga; Sampai di Jenangan ketemu petingginya Narakosa bercerita tentang Watu Towok (Batu Towok) yang dikaitkan dengan cerita Panji Asmarabangun; Sampai di padhepokan Ki Seh Sidalangu teman akrab Ki Bayi Panurta di gunung Padhangeyan; Ke gua Sentor tinggal selama 10 hari (yang bisa tembus ke gua Pedhali) tempat pertapaan Dewi Kilisuci; Diiringi Ki Pakuwaja menuju gunang Bajangkaki yang angker; Ketemu Ki Dathuk diajak mampir kerumahnya di desa Pranten; Sampai di gua Sangsangan terus naik ke puncak gunung Bajangkaki; Sampai di desa Tegaren menginap di rumah Cangrageni yang sebetulnya adalah kepala begal (perampok); Malamnya barang-barangnya mau di ambil, dilawan oleh Kulawirya, semua perampok kalah dan lari; Sampai di desa Longsor ketemu petingginya Ragamenggala dan modinnya Nurbayin; Malemnya Jayengraga melayani tiga anaknya modin Nurbanin yang perawan tua karena kurang cantik bernama Banem, Banikem, Baniyah; Lewat desa Padakan yang sedang tawuran dengan desa Mungur rebutan tempat menggembalakan hewan piaraan (dua desa ini dari dulu selalu bermusuhan); Sampai di kedhung Bagong banyak ikannya tapi angker tinggal 1 malam; Sampai didesa Trenggalek Lembhuasta di kediaman Ki Demang Ngabei Kidang Wiracapa temen akrab Ki Bayi Panurta, diterima oleh istri Ni Widaryati dan adik-adinya Wirabancana, Wirangkara, dan Wirabraja, punya anak satu namanya Retna Ginubah senangnya menjelajahi hutan, hanya sekali-kali saja pulang.
Sedangkan cerita/legenda, adat istiadat, ilmu spiritual yang dibicarakan dalam jilid-8 adalah:
Cerita/Legenda: Batara Katong leluhur orang Panaraga; Cerita tentang Panji Asmarabangun; Cerita tentang sembilan teman akrab Ki Bayi Panurta yaitu: Cariksutra, Carikmuda, Kidang Wiracapa di Trenggalek Lembhuasta, Wargasastra atau Ki Seh Sidalaku di gunung Pandhangeyan, Harsengbudi, Sinduraga, Melarcipta punya santri bernama Bawuk yang setelah jadi Penghulu ganti nama jadi Basarudin, Arundaya atau Ki Bayi Panurta di Wanamarta, Danumaya atau Ki Dhatuk.
Adat Istiadat: Ilmu-ilmu berkaitan dengan kejahatan: perhitungan hari baik untuk keberhasilan kejahatan, penggunaan kata-kata sandi dikalangan para penjahat, mantera maupun ajian dikalangan para penjahat; Sandi-sastra dan Sandi-kirana; Perhitungan dan syarat berkaitan dengan pertanian agar subur dan tidak terkena hama.
Pengetahuan Spirituil/Agama: Sembilan tingkat derajat Islam; Serat Panitisastra; Hal-ihwal keduniawian dan keakhiratan; Cacat-cela watak-tabiat manusia; Hubungan antara topeng, gamelan, gendhing, wayang dan dhalang dengan menyembah kepada Allah SWT

Sumber: seratcenthini.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar